Rabu, 15 Juni 2016

KASUS MENCARI PERADILAN DAN KEPERCAYAAN





KASUS MENCARI KEADILAN YANG TERLUPAKAN






KontraS dan Pakar Hukum Beberkan Kejanggalan Kasus JIS
Jakarta - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting menilai penyidikan dalam kasus kekerasan seksual di Jakarta International School (JIS) mengandung banyak pelanggaran prosedur. Pertama, penangkapan para petugas kebersihan dilakukan kepala keamanan JIS. Kedua, bantuan hukum kepada para tersangka tidak optimal. Ketiga, rekonstruksi kasus dilakukan tanpa disertai berita acara.

Dalam siaran pers, Kamis, 14 April 2016, Miko mengatakan banyak kejanggalan dalam proses hukum kasus tersebut. “Kasus JIS dengan tersangka pekerja kebersihan merupakan malicious prosecution atau investigasi dengan niat jahat,” kata Miko dalam diskusi peluncuran buku eksaminasi kasus JIS di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Jakarta Selatan, Rabu, 13 April 2016.

Dalam kasus yang melibatkan tujuh tenaga kontrak kebersihan ini, satu pelaku, Azwar, tewas saat disidik di kantor Kepolisian Metro Jakarta Raya. Namun, penyebab kematian Azwar masih gelap, lantaran tidak diotopsi.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar mengatakan kasus ini tidak hanya melanggar hak para tersangka, namun juga hak korba “Penegak hukum gagal membuktikan adanya peristiwa tindak pidana yang identik sebagai kejahatan seksual," ujar dia.

Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Choky Ramadhan menjelaskan kasus JIS merupakan satu kasus yang paling mencolok yang membuktikan lemahnya proses hukum di Indonesia. Menurut dia, penanganan kasus JIS terlihat dipaksakan. Ini terjadi akibat lemahnya bukti yang diperoleh penyidik. Bahkan penetapan tersangka dilakukan hanya berdasarkan keterangan pelapor, yaitu orang tua murid
Choky mengatakan masalah muncul karena kesaksian ibu pelapor tidak memenuhi syarat, karena yang bersangkutan tidak mengalami, mendengar, dan melihat kejadiannya. Namun, laporan itu menjadi acuan penyidik untuk menetapkan  tersangka. “Proses hukum seperti ini sangat membahayakan penegakan hukum kita,” ujarnya.

Pakar hukum pidana dari Universitas Andalas, Padang, Shinta Agustina mengatakan majelis hakim tidak seimbang dalam memperhatikan bukti dari jaksa dan tersangka. "Proses penyidikan yang berlangsung juga mengindikasikan adanya kekerasan dalam menentukan tersangka," kata dia.

Indikasi kecerobohan, Shinta melanjutkan, tampak dari sikap majelis hakim yang tidak berusaha menggali penyebab para tersangka mencabut pengakuan mereka dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang disusun penyidik. Menurut dia, alasan pencabutan BAP itu perlu digali karena berkaitan dengan bukti-bukti dalam kasus tersebut. “Apalagi dalam kasus ini anak pelapor dalam memberikan keterangan lebih banyak diarahkan ibunya. Keterangan tersebut juga tidak sesuai dengan alat bukti surat, seperti hasil visum et repertum," katanya.


Analisis kasus JIS :

1.
Ada satu lagi korban sodomi melapor ke KPAI
Belum tuntas penyidikan kasus pertama, seorang siswa TK Jakarta Internasional Scholl (JIS) lain mengaku menjadi korban sodomi. Siswa itu langsung melapor ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Rabu (23/4).

Sekretaris Jenderal KPAI Erlinda membenarkan hal tersebut bahwa pihaknya hari ini menerima laporan dari salah seorang korban sodomi. Pelaku diduga lebih dari satu orang.

"KPAI dengan tegas mengatakan iya ada korban baru dan sedang digali kesaksian dan hal-hal yang dibutuhkan," ujar Erlinda di kantor KPAI Jalan Teuku Umar No 10-12 Menteng, Jakarta Pusat.

2.
Korban disodomi 3 cleaning service di kelas dan toilet

Korban kedua kasus sodomi di Jakarta International School (JIS) melapor ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), hari ini. Siswa TK itu mengaku disodomi di dalam kelas dan toilet.

Sekjen KPAI, Erlinda mengatakan korban disodomi pada saat jam istirahat sekolah oleh tiga orang pelaku. Erlinda menjelaskan, kejadian itu terjadi sekitar pukul 11.00 WIB atau pada saat jam istirahat. Pada saat itu korban tengah mewarnai senjata laras panjang yang terbuat dari 2 corong tisu bekas.

"Kejadian pada saat selesai makan dan itu pada saat tidak ada guru di dalam kelas yang juga sedang makan. Jadi anak ini di kelas sendirian dan jam 11.00 WIB itu ada cleaning service masuk nah si anak ini didorong ke tempat yang tidak ada CCTV-nya didorong dan di situlah terjadi kekerasan," jelas Erlinda.

Lanjut Erlinda, pelaku tak hanya menyodomi korban di kelas, tetapi juga di toilet.

3.
Korban kedua masuk rumah sakit karena panas tinggi

 Terkuaknya korban baru pencabulan di TK Jakarta International School (JIS) setelah orangtua korban membawa anaknya ke rumah sakit. Korban baru ini sempat dirawat di rumah sakit.

"Yah sebelumnya anak ini sudah dua kali masuk rumah sakit dan selama 6 hari. Panasnya tinggi terus hingga hingga 98 fahrenheit atau 36 celsius ," kata Sekretaris Jenderal KPAI Erlinda di kantor KPAI Jalan Teuku Umar No 10-12 Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (23/4).

Selama dirawat di rumah sakit, dokter sempat bingung dengan penyakit yang diderita korban. Korban mengaku mengeluh sakit pada perutnya. Selain itu, korban juga trauma buang air besar dan kecil di toilet.
"Dokter pun bingung karena kalau sakit usus buntu memang bukan dan ini hasilnya bisa ditentukan dengan tes darah atau dengan endoskopi," ujarnya.

PENDAPAT :

menurut saya ada kejanggalan yang terjadi dalam kasus JIS tersebut karena dari pihak keluarga yang melindungi korban yaitu anaknya , setelah mereka menutut ganti rugi
dan menerima dana tunjangan dari JIS , mereka sudah tidak terlihat lagi di Indonesia . Karena mereka tidak ingin kasus rekayasa ini terkuak oleh masyarakat . Dan menurut
sumber sumber terpercaya mereka melarikan diri ke australia dan mengurus kepindahan warga negara Indonesia menjadi Warga negara Australia . Dalam kasus ini Tersangka
yang tidak bersalah harus menjalani hukuman 15 tahun penjara dengan bukti yang sangat minim .


SOLUSI :

solusi yang harus di tangani pemerintahan indonesia berupa pemanggilan kembali keluarga korban yang telah merekayasa kasus ini untuk memperoleh keuntungan pribadi . Pemerintah
harus menyelidiki kasus ini lebih lanjut untuk membuktikan bahwa tersangka telah di fitnah oleh keluarga korban dengan bukti yang sangat minim . 





Ketika Kepercayaan Dipersoalkan

Sangkaan keterlibatan Antasari Azhar dalam pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen telah memunculkan cobaan baru bagi Komisi Pemberantasan Korupsi, yaitu terkait dengan kepercayaan masyarakat terhadap komisi yang berdiri pada tahun 2003 itu. Cobaan ini berbeda dengan sebelumnya, yang umumnya berkisar pada kewenangan yuridis formal KPK, seperti tentang kewenangan penyadapan yang dimiliki komisi itu atau keabsahan putusan yang diambil setelah Antasari tidak aktif sebagai ketua.


Kepercayaan masyarakat terhadap KPK makin dimainkan saat Antasari membuat testimoni bahwa sejumlah pejabat komisi itu menerima aliran dana dari Direktur Utama PT Masaro Anggoro Widjojo.


Anggoro ditetapkan sebagai tersangka karena menyuap mantan Ketua Komisi IV DPR Yusuf Emir Faisal agar mendapatkan proyek dalam Sistem Komunikasi Radio Terpadu.


Kedua kasus di atas memang belum terbukti secara hukum. Antasari belum diajukan ke pengadilan. Empat pimpinan KPK juga sudah menolak mentah-mentah isi testimoni ketua nonaktifnya. Bahkan, mereka telah melaporkan ke polisi sejumlah pihak yang diduga terkait dengan testimoni itu, seperti Antasari dan sahabatnya, Eddy Sumarsono.


Pimpinan KPK juga menyatakan, kasus yang menimpa Antasari tidak mengganggu mereka. Salah satu buktinya, menurut Wakil Ketua KPK M Jasin, selama Antasari tidak aktif, sudah ada 23 kasus yang dinaikkan dari penyelidikan ke penyidikan. Kasus tersebut beberapa di antaranya bahkan yang sepertinya sulit diungkap waktu Antasari masih aktif. Misalnya dugaan suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada Juni 2004, seperti yang dilaporkan Agus Condro Prayitno, mantan anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.


Belum cukup

Namun, berbagai usaha pimpinan KPK tersebut agaknya belum cukup mampu mengatasi dua cobaan itu.


Ada sejumlah pertanyaan di masyarakat yang belum terjawab. Misalnya, mengapa ketua komisi itu sampai diduga terlibat dalam tindak pidana serius, yaitu pembunuhan berencana. Juga, mengapa antara Antasari dan empat pimpinan lainnya komisi itu, yang sebelumnya terlihat kompak dan gagah berani memberantas korupsi, sekarang saling serang dalam kasus dugaan suap? Bagaimana sistem di internal KPK sehingga berbagai masalah itu sampai terjadi?


Berbagai pertanyaan itu muncul karena selama ini KPK dikenal sebagai lembaga yang bersih, profesional, dan kredibel.


Menurut Danarka Sasangka, pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dampak dari turunnya kepercayaan masyarakat terhadap suatu institusi tidak kalah buruk, bahkan dapat lebih buruk jika dibandingkan saat institusi itu diserang secara yuridis formal.


Bahkan, ketika sebuah institusi mulai dipersepsikan buruk oleh masyarakat, legitimasi moral dan sosialnya sudah mulai runtuh.


Ketika itu terjadi, kekuasaan formal yang dimiliki institusi itu sudah tidak banyak berarti, bahkan akan menjadi bahan sinisme, olok-olok, dan kecurigaan masyarakat. Ini sudah dialami sejumlah institusi di Indonesia.


Aura berbeda

Sampai sekarang, memang belum ada kajian ilmiah yang menunjukkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap KPK setelah munculnya kasus pembunuhan Nasrudin dan testimoni Antasari.


Namun, seorang pengacara pernah berujar singkat, ”auranya sudah berbeda”, ketika beberapa waktu lalu memasuki Gedung KPK untuk mendampingi kliennya yang diperiksa.


Ketidakhadiran saksi untuk diperiksa di KPK juga mulai lebih sering terdengar.


Agus Sudibyo dari Yayasan Sains, Estetika, dan Teknologi menuturkan, munculnya sejumlah pertanyaan yang berpotensi melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap KPK tidak dapat dilepaskan dari gencarnya pemberitaan media tentang berbagai persoalan yang ada di komisi itu.


Namun, lanjut Agus, langkah media ini tidak dapat disalahkan sebab pemberitaan media masih berimbang dan proporsional. Pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini masih diberikan tempat yang wajar.


Pemberitaan atas kemelut yang sedang terjadi di KPK juga menjadi bagian dari kontrol masyarakat atas lembaga itu. Sebab, KPK merupakan lembaga yang dibiayai dari anggaran negara.


”Yang sekarang dibutuhkan KPK tidak hanya membuktikan bahwa kinerja mereka tidak terpengaruh oleh masalah yang belakangan terjadi, tetapi juga membuktikan bahwa berbagai berita negatif yang sekarang berkembang tidak benar,” ucap Agus.


Danang Widoyoko dari Indonesia Corruption Watch menambahkan, KPK juga perlu menunjukkan ke masyarakat bahwa mereka memiliki sistem yang terkontrol baik dan mengikat siapa saja yang ada di dalamnya. Jadi, semua penyelewengan dapat dengan mudah diketahui dan siapa saja yang bersalah akan mendapat sanksi.


Komite etik

Hal ini setidaknya dapat dilakukan KPK dengan segera membentuk Komite Etik untuk menangani dugaan pelanggaran etika yang dilakukan Antasari.


Masalahnya, dengan alasan data yang dikumpulkan belum cukup, komite itu belum juga dibentuk. Padahal, KPK sudah mewacanakan pembentukan komite itu sejak pertengahan Mei lalu atau sebelum testimoni Antasari mencuat ke permukaan.


Beberapa dari dugaan pelanggaran etika oleh Antasari itu juga sudah diketahui masyarakat. Misalnya bermain golf dan bertemu dengan orang yang bermasalah dengan KPK.


Penundaan pembentukan Komite Etik itu, menurut Boyamin Saiman dari Masyarakat Antikorupsi Indonesia, akhirnya dapat menimbulkan berbagai pertanyaan di masyarakat.


Misalnya, penundaan sengaja dilakukan sampai Antasari ditetapkan sebagai terdakwa dan diberhentikan tetap. Pada saat itulah Komite Etik menjadi kehilangan relevansinya di masyarakat.


Kalau ini sampai terjadi, dapat dipastikan kepercayaan masyarakat terhadap komisi itu akan semakin berkurang.


Akan muncul pertanyaan selanjutnya, seperti, buat apa mempertahankan KPK jika lembaga itu ternyata juga tidak seperti yang diharapkan? [M Hernowo]


ANALISIS KASUS ANTASARI AZHAR


Analisis Kasus Antasari, Konspirasi Politik atau Kehormatan?
Skandal tewasnya Nasrudin, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) 14 Maret 2009 setelah bermain golf di Modernland Tangerang masih membuat penasaran masyarakat, karena menyangkut tokoh penting yakni Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar yang dituding menjadi inspirator pembunuhan tersebut.

Sejauh ini polisi masih menahan Antasari atas tuduhan pembunuhan Nasrudin yang diduga sementara bermotif asmara. Rani Juliani, sang caddy girl di Padang Golf Modernland disebut-sebut menjadi pemicu skandal triangle love.

Berbagai teori pun bermunculan terkait isu tersebut. Ada yang menyebutnya kasus ini merupakan kejahatan konspirasi tingkat tinggi, ada yang menyebutnya kasus ini murni kasus pribadi antara Antasari dan Nasrudin. Berita update di media massa, pihak Polda Metro Jaya mengaku sudah memiliki kartu truff bukti keterlibatan Antasari.

Dua teori ini menjadi isu besar yang belum terungkap kebenarannya. Pihak keluarga Nasrudin memegang bukti atas Antasari salah satunya adalah hasil rekapan pesan singkat Antasari kepada Nasrudin melalui SMS (short message service). Pengacara Nasrudin menuding Antasari membunuh Nasrudin karena kredibilitasnya sebagai Ketua KPK akan terancam karena dia (Antasari) tidak ingin kasus perselingkuhannya dengan Rhani dibuka ke publik. Pakar intelejen dan para pejabat internal KPK membenarkan teori pembunuhan Nasrudin adalah perkara pribadi antara Antasari dan Nasrudin, tidak ada kaitannya dengan kejahatan konspirasi tingkat tinggi. 
Berbagai Keganjilan
Yang jelas ada berbagai keganjilan dalam perkara tersebut. Jika disimak deretan perkembangan kasus tersebut dimulai dari 2008 lalu dimana Nasrudin dan Antasari berkenalan hingga 14 Maret 2009, terjadi kejanggalan. Pertama, keterlibatan dua orang penting seperti pengusaha Sigid Haryo Wibisono dan Williardi Wizar, mantan kapolres berpangkat komisaris besar yang diduga membantu Antasari dalam kasus pembunuhan Nasrudin menjadi salah satu alasan munculnya teori kejahatan konspirasi tingkat tinggi.

Jika memang skandal buram ini sekedar pembunuhan triangle love, pertanyaanya  mengapa kedua orang yang telah memiliki nama besar di negeri ini justru mau terlibat dalam kasus pembunuhan berlatar belakang kasus pribadi tersebut?

Kedua, munculnya isu bahwa para eksekutor dalam kasus tersebut dijanjikan akan menjadi anggota Badan Intelejen Negara (BIN) jika mereka berhasil menyelesaikan misi pembunuhan tersebut.

Di samping itu, para eksekutor sendiri merupakan orang-orang yang dalam perekrutannya telah terlatih untuk mengeksekusi target. Buktinya, eksekutor penembak mampu menyarangkan dua peluru tepat di kepala Nasrudin. Pembunuhan berencana tersebut terkesan sangat rapih.

Pertanyaanya adalah mengapa seorang pejabat seperti Antasari mau mengeluarkan dana sebesar 500 juta perak hanya untuk menyelesaikan misi pembunuhan tersebut, padahal ada banyak pembunuh profesional bayaran yang telah terlatih di negeri ini yang bisa dibayar dengan harga yang lebih murah dan pekerjaannya lebih rapih?

Ketiga, pengakuan istri Antasari, Ida Laksmiwati, yang mengaku sering mendapat ancaman dari pihak-pihak yang tidak diketahui terkait kasus korupsi serta sikapnya selama Antasari ditahan oleh polisi menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat.

Pertanyaan lain kembali muncul, seandainya berita tersebut benar, mengapa istri Antasari masih mau membela sang suami tercinta padahal, cintanya telah “dimadu” oleh Antasari, bahkan masih setia saja mengunjungi ke sel tahanan?

Kejadian lain yang agak janggal, belum terbukti Antasari bersalah, pihak keluarga Nasrudin malah mencak-mencak “menyuruh” agar Antasari mengakui perbuatannya. Kejadian ini memicu kesimpulan meskipun agak empiris, seolah-olah ada pihak “ketiga” yang sengaja memanasi pihak keluarga Nasrudin. Seandainya pihak keluarga Nasrudin bijak apalagi diselimuti suasana duka seharusnya mereka membuat statement bahwa mereka sepenuhnya percaya kepada pihak penegak hukum untuk memprosesnya. Bagaimanapun, azas praduga tak bersalah adalah salah satu hakekat penting dunia hukum kita. Publik makin bertanya-tanya ada apakah yang sebenarnya?

Ancaman bagi seorang penegak kebenaran di negeri ini masih menjadi isu besar yang tidak pernah terungkap di negeri ini. Salah satunya adalah kasus almarhum Munir, walaupun pemerintah mengaku telah menangkap pelaku pembunuhan tersebut namun, publik masih menganggap kasus tersebut masih floating alias mengambang.
Teori Kemungkinan
Teori-teori kemungkinan selalu muncul menarik dalam setiap kasus apapun yang terjadi di dunia ini. Pengkambinghitaman, misalnya, menjadi salah satu alasan munculnya teori kemungkinan skandal tewasnya Nasrudin. Peluang Antasari sebagai kambing hitam dari semua ini bisa saja terjadi, namun semestinya kita tetap mewaspadai rumor besar di balik semua isu skandal pembunuhan tersebut.

Bagi publik intelektual pasti akan menilai, pada saat Ketua KPK tersandung kasus ini sesungguhnya kredibilitas pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) otomatis juga dipertanyakan, apalagi menyangkut upaya pemberantasan korupsi di negeri kita tercinta yang dianggap masih menempati urutan pertama negara terkorup di Asia.

Di sisi lain, perlu diwaspadai, perkembangan teknologi saat ini sudah sangat pesat, alat bukti apa pun bahkan bisa direkayasa/disembunyikan seperti foto, video, rekaman penyadapan suara, bahkan, tidak menutup kemungkinan pesan singkat melalui SMS pun bisa dimanipulasi bahkan data-data teknis lainya disembunyikan atau dieksploitasi. Di era digital supercepat saat ini, hampir tidak ada yang mustahil untuk dilakukan.

Kedua teori di atas secara prinsip saling bertolak belakang, masih belum diketahui kebenarannya. Namun demikian, setidaknya kita bisa sekilas menggambarkan skematik teori kemungkinan pada “otak” si pelaku sesungguhnya. Kita sebagai masyarakat hendaknya tidak bersikap apriori namun, dari kasus ini kita mesti tetap terus kembali mengawasi dan membantu tugas utama KPK yakni pemberantasan korupsi serta tetap mewaspadai isu besar di balik kasus pembunuhan ini, tidak menutup kemungkinan isu ini hanya merupakan pengalihan dari isu besar yang mungkin ingin disembunyikan dari publik.

Namun, kita tidak menutup mata dan telinga atas berita yang beredar. Negeri ini tidak hanya sekali menghadapi kasus ini. Zaman Orde Baru sering kali ditemui kasus yang serupa bahkan banyak yang belum terungkap hingga saat ini. Esensi benar dan tidaknya skandal pembunuhan tersebut hendaknya tidak meruntuhkan kepercayaan kita kepada KPK sebagai organisasi milik rakyat yang sudah kepalang tanggung “diakui dan dipercayai” eksistensinya.

Mudah-mudahan pendapat Jaksa Agung Hendarman Supandji yang pernah menyatakan kasus Antasari tidak serumit kasus Munir, betul-betul demikian adanya. Maknanya, semoga kasus tewasnya Nasrudin dan status Antasari secepatnya tuntas jangan sampai menimbulkan conflict of interest atau malah mengambang lagi.

Kesimpulan 

Dalam kasus antasari azhar yang telah di buatnya rekayasa oleh pihak ke tiga , antasari secara tidak langsung telah di permainkan dan dijebak di kasus ini . Dengan bukti yang kuat bahwa ANTASARI tidak menerima sms seperti yang tercantum dalam analisis yang saya baca . Dalam kasus ini MAHKAMAH AGUNG harus merekap ulang kasus ini karena terjadi banyak kejanggalan . semakin gila negeri ini yang salah di benarkan dan yang benar di salahkan . supaya masyarakat dapat tau dimana mereka harus percaya kepada HUKUM yang kuat


Solusi

 Dalam kasus ini MAHKAMAH AGUNG harus merekap ulang kasus ini karena terjadi banyak kejanggalan . semakin gila negeri ini yang salah di benarkan dan yang benar di salahkan

Sumber KASUS JIS : https://nasional.tempo.co/read/news/2016/04/14/063762742/kontras-dan-pakar-hukum-beberkan-kejanggalan-kasus-jis

Sumber KASUS ANTASARI AZHAR :http://www.forumsains.com/artikel/248/?print , http://www.antikorupsi.org/en/content/ketika-kepercayaan-dipersoalkan . Dan Kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar